⭐️Pelibatan Ayah dalam Pengasuhan Membooming: “Ayah adalah Kunci Emas Perkembangan Anak”

A. Nidha Eka Restuti Munawir
(Mahasiswa S3 Prodi PAUD, Universitas Negeri Surabaya)
Beberapa waktu belakangan, masyarakat dihebohkan oleh munculnya figur publik pria yang terlihat intens mengasuh ketiga anaknya, di tengah kasus rumah tangga yang sedang viral. Tubuhnya tampak kelelahan hingga memunculkan istilah “Flamingo Era”, sebuah istilah yang biasanya disematkan kepada ibu—yakni fase ketika seseorang kehilangan jati diri akibat beban pengasuhan dan kelelahan mental seperti burung flamingo yang memudar warnanya saat merawat anak. Menariknya, fenomena ini justru dialami oleh seorang ayah. Momentum ini kembali menegaskan pertanyaan penting: seberapa krusial peran ayah dalam perkembangan anak usia golden age?
Selama ini, pembicaraan pengasuhan anak dominan mengaitkannya pada peran ibu. Padahal, di balik anak yang tumbuh kuat, mandiri, dan berempati, ada kontribusi ayah yang turut menguatkan, meski jarang terlihat. Pelibatan ayah bukan sekadar tren modern. Ini adalah kebutuhan nyata berdasarkan landasan psikologis, sosial, biologis, dan bahkan kebijakan publik.
Sudah waktunya ayah dipandang bukan sebagai pelengkap, namun pilar inti dalam tumbuh kembang anak.
Kontribusi Ayah dalam Psikologi Perkembangan
Anak yang dekat dengan ayah cenderung memiliki kemampuan resilience lebih baik dalam menghadapi tekanan sosial dan tantangan kehidupan (Cabrera, Volling, & Barr, 2018). Bentuk keterlibatan nyata itu terlihat dalam permainan fisik seperti bergulat ringan, kejar-kejaran, dan menjelajah lingkungan.
Menurut Panksepp (2007), permainan fisik bersama ayah menstimulasi otak anak yang berkaitan dengan regulasi emosi dan kemampuan sosial. Anak belajar memahami batas diri, mengontrol emosi, mengelola impuls, serta berani mengambil risiko secara aman.
Ayah adalah pelatih alami keberanian dan pengendalian diri.
Perubahan Kultural: Ayah Bukan Lagi “Hanya Pencari Nafkah”
Dahulu, ayah diposisikan sebagai pencari nafkah dan ranah domestik adalah wilayah ibu. Namun kini, konsep involved fatherhood menguat. Lamb (2010) menegaskan keterlibatan ayah bukan hanya hadir fisik, tetapi ikut mengganti popok, membaca buku, hingga mendampingi bermain.
Di Indonesia, perubahan ini mulai terlihat lewat kampanye sosial seperti #AyahHebat dan Fatherhood Indonesia, yang perlahan mengubah cara pandang masyarakat—bahwa ayah juga adalah pengasuh.
Seperti kata Clifford Geertz (1973), budaya adalah jaringan makna yang terus berubah. Maka redefinisi peran ayah adalah sinyal budaya yang lebih sehat menuju keluarga modern yang setara.
Neurosains: Ayah Mengisi Dimensi Perkembangan yang Berbeda dari Ibu
Feldman (2015) menemukan bahwa otak anak merespons berbeda interaksi bersama ayah dan ibu. Interaksi dengan ibu memperkuat empati dan rasa aman. Sementara interaksi dengan ayah mengasah kecerdasan sosial dan problem solving.
Secara sederhana:
Ibu menumbuhkan rasa “dicintai”
Ayah menumbuhkan rasa “mampu”
Keduanya harus hadir untuk membentuk fondasi mental yang sehat.
Kebijakan Publik Harus Mendukung
Faktor terpenting berikutnya adalah dukungan kebijakan. Di Indonesia, hak cuti ayah masih sangat terbatas dan belum optimal dilaksanakan, meski sudah tertera dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Padahal riset internasional (O’Brien & Wall, 2017) menunjukkan bahwa cuti ayah yang cukup berpengaruh pada kelekatan awal ayah-bayi dan berdampak pada hubungan keluarga yang lebih sehat.
Kesimpulan
Pelibatan ayah dalam pengasuhan bukan hanya isu gender, melainkan investasi jangka panjang untuk generasi berkualitas.
Ayah adalah kunci emas perkembangan anak karena kehadirannya memberi dimensi dunia yang berbeda: penuh tantangan tapi aman, penuh aturan tapi tetap hangat.
Sudah saatnya masyarakat, lembaga pendidikan, hingga pemerintah mendorong pelibatan ayah sebagai gerakan sosial nyata. Pelibatan ayah bukan untuk menggantikan peran ibu, tetapi memperkaya ekosistem kasih sayang, agar lahir generasi anak yang lebih tangguh, bahagia, dan berdaya.
Abdul Rauf Bulukumba Sulsel
![]()

